Pesan Gus Dur Kepada Para Kiai Setelah Dilengserkan Oleh MPR
Menjelang pelengserannya sebagai Presiden RI oleh parlemen dalam Sidang spesial (SI) Majelis Permusyawaratan Rakyat (Majelis Permusyawaratan Rakyat), KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melakukan perlawanan. Langkah perlawanan Gus Dur bukan untuk mempertahankan dirinya sebagai presiden, namun melawan tindakan-tindakan inkonstitusional dan tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Kompas pada 1 Agustus 2001 melaporkan bahwa menjelang tengah malam dalam lepas 22 Juli 2001, Gus Dur sempat mengadakan rendezvous beserta wakil sekjen PBNU yg kala itu dijabat sang KH. Masduqi Baidlawi & tujuh ulama sepuh pada Istana Negara.
Mereka mengungkapkan kepada Gus Dur perihal kondisi politik terkini yang berujung pada rencana akselerasi SI Majelis Permusyawaratan Rakyat keesokan harinya, yaitu pada 23 Juli 2001. Kondisi pertemuan pada Istana Negara kala itu dilaporkan berlangsung khidmat dan penuh keharuan.
Gus Dur tidak kuasa menahan air mata. Ia meminta maaf berkali-kali karena merasa nir berterus terang pada para ulama mengenai situasi politik yang dihadapinya. Dengan dorongan para ulama & pengurus pondok pesantren, lewat tengah malam pada lepas 23 Juli 2001, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.
Dekrit itu secara garis besar berisi penolakan terhadap keputusan Sidang Istimewa yang akan diselenggarakan beberapa jam mendatang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yg dipimpin Amien Rais. Hingga waktu ini tidak ada satu pun keputusan hukum yg memvonis Gus Dur melakukan kesalahan seperti yg dituduhkan sejumlah orang, baik perkara Buloggate dan Bruneigate.
Tangis Gus Dur pecah bukan karena kelemahan dirinya menghadapi situasi politik ketika itu, namun memikirkan para ulama & pendukungnya yang memiliki komitmen kuat untuknya. Bahkan di sejumlah wilayah dengan tegas menciptakan pasukan berani mangkat apabila Gus Dur dilengserkan. Gus Dur menunda ratusan ribu orang yang ingin berangkat ke Jakarta. Ia nir mau terdapat kerusuhan & pertumpahan sesama anak bangsa.
Sebab itu jauh-jauh hari, Gus Dur menyambangi sejumlah ulama pada beberapa pesantren. KH. Muhammad Yusuf Chudlori pada Gus! Sketsa Seorang Pengajar Bangsa (2017) mengungkapkan pesan Gus Dur berupa satu kalimat yg menurutnya terus terngiang di indera pendengaran, membekas di hati, & nir akan pernah hilang.
Gus Dur menyampaikan, ?Kalau tawakal, Anda berani & layak hayati?. Pesan tadi disampaikan Gus Dur pada para kiai menjelang pelengseran dirinya sebagai presiden. Kalimat tadi seperti diuji & sahih-benar jitu menjadi verifikasi bagi Gus Dur setelah dilengserkan. Tawakal sebagai sumber kekuatan Gus Dur yang semakin berani menjalani kehidupannya buat kepentingan bangsa Indonesia.
Saat itu, pada rendezvous dengan sejumlah ulama yg salah satunya terjadi pada peringatan 100 Tahun Berdirinya Pondok Pesantren Futtuhiyah pada Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Gus Dur berpesan agar ulama nir terpancing amarahnya atas nama solidaritas umat Muslim.
Menurut beliau, ulama seharusnya tidak boleh terlalu larut pada politik. Dengan tegas, Gus Dur meminta ulama, kiai, & santri di lingkungan NU buat tidak pergi berunjuk rasa & menciptakan kegaduhan pada Jakarta. Sebaliknya, beliau meminta supaya segenap pendukungnya tetap meyakini kapabilitas pemerintah pada merampungkan duduk perkara politik.
"Sesama orang Islam itu bersaudara. Kenyataan ini wajib dipahami bahwa tindakan kekerasan nir menyelesaikan problem. Jika banyak rakyat NU ke Jakarta, lalu membuat gegeran malah akan menambah keributan di Jakarta," ujar Gus Dur dilansir Tirto.
Pada kesempatan yang sama, Gus Dur juga berujar bahwa dirinya masih bisa mengatasi masalah pada mak kota secara diplomatis. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1984-1999) itu jua mengingatkan pentingnya solidaritas umat Muslim dalam tradisi pondok pesantren.
"Ada beda antara keras & tegas. Ibarat pepatah nenek moyang, pohon tinggi harus berani menentang angin yang bertiup keras. Nanti kalau aku tidak lagi bisa mengatasi dilema itu, saya kan sanggup bengok-bengok (teriak minta tolong) sama ulama. Ke mana lagi jika nir minta tolong ke ulama, itu kan jua tradisi orang pondok pesantren," tegas Gus Dur.
Dalam sejumlah kesempatan Gus Dur menyatakan bahwa persoalan yang menimpa dirinya merupakan murni masalah politik kekuasaan yg dimanfaatkan oleh sejumlah orang. Sebab secara hukum, Gus Dur nir pernah terbukti bersalah sehingga upaya pelengseran dirinya merupakan tindakan inkonstitusional.
Tetapi beliau nir mau terlalu larut dalam duduk perkara tersebut. Tak memiliki kekuasaan politik bukan akhir berdasarkan segalanya bagi Gus Dur. Suaranya masih lantang dalam membela hak-hak kaum minoritas & kaum pinggiran. Sikap humanismenya menghadirkan kesejukan bagi seluruh umat beragama pada Indonesia.
Bagi Gus Dur, politik bukan buat kekuasaan semata, melainkan usaha untuk menegakkan nilai-nilai humanisme, mewujudkan kesejahteraan warga , persatuan & kesatuan nasional, serta perdamaian dunia.
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!
Tidak ada komentar untuk "Pesan Gus Dur Kepada Para Kiai Setelah Dilengserkan Oleh MPR"
Posting Komentar